Rabu, 22 April 2009

KOMUNIKASI BUDAYA

Kita saat ini berdiri pada suatu masa yang menempatkan teknologi informasi menjadi kebutuhan pokok. Jarak tidak lagi mengekang untuk melakukan komunikasi. Globalisasi mendorong manusia untuk hidup pada budaya global yang bersifat universal.
Bangsa ini sebagai individu mempunyai nilai budayanya sendiri. Majapahit dan Sriwijaya pernah membuktikan eksistensi bangsa ini. Mereka pernah menyatukan wilayah nusantara ini. Sebagai bangsa yang berdiri sendiri tidak dapat dipungkiri bila bangsa ini pernah diwarnai oleh budaya luar. Kecerdasan (local genius) yang dimiliki tidak melunturkan tata nilai yang telah ada, namun budaya luar itu dapat terakulturasi, sehingga budaya asli masih menampakkan cirinya.
Bangsa ini sejak dahulu hingga sekarang merupakan masyarakat yang dinamis, kritis serta santun, dan bukan masyarakat yang apatis dan statis. Mereka menerima setiap kebudayaan yang masuk dan mengolahnya kembali sehingga tata nilai yang ada tidak luntur begitu saja. Cipta, rasa dan karsa memungkinkan bangsa ini dapat mengembangkan kebudayaan sehingga dapat mengadakan reaktualisasi kebudayaan.
Bangsa ini terdiri dari ribuan kebudayaan, yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Suku jawa merupakan salah satu masyarakat yang paling besar komunitasnya di Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Mulai dari masa animisme dan dinamisme di masa prasejarah dimana kepercayaan pada roh-roh halus masih bertahan hingga sekarang ini. Proses akulturasi terjadi pada masa kedatangan Hindu Budha, dari masyarakat animisme beralih kepada masyarakat beragama dengan tata nilai baru. Budaya yang masuk tentu ada nilai yang tidak cocok, klas atau kasta yang diikat kuat dalam kebudayaan Hindu Budha. Hal ini terbentur dengan tata nilai yang santun maka klas atau kasta ini tidak berlaku mutlak.
Epos Mahabarata menjadi bukti bahwa orang Jawa memiliki kecerdasan lokal yang mampu memadukan nilai yang masuk dengan nilai yang sudah menjadi identitas, sehingga muncul epos tersebut yang Jawa-ni.
Pada saat budaya Islam masuk maka budaya yang telah ada sebelumnya teraktualisasi dengan nilai baru. Muncul kemudian Layang Kalima Sada dalam pakeliran Jawa. Para wali-lah yang menjadi pemandu masuknya pengaruh Islam masuk dalam budaya Jawa.
Warna dan mewarnai, inilah yang sebenarnya terjadi dalam komunikasi antar budaya. Nilai yang ada dalam budaya menjadi pegangan sehingga jati diri sebuah budaya tidak akan hilang ketika budaya lain masuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar